Rumah ini juga pernah digunakan sebagai kantor sekretariat NU tingkat kecamatan. Pernah pula jadi asrama santri walau hanya sebentar. Praktis, sangat bermanfaat untuk masyarakat.
Di Jawa, rumah ini disebut berbentuk limasan. Terdiri dari unsur separuh tembok dan sebagian batu bata beratap kayu yang ditutup dengan genteng berbahan dasar tanah liat.
Setelah menikahi Nyai Masruroh, KH Hasyim Asy’ari, tinggal di rumah itu dua tahun. Jadi, KH Hasyim Asy’ari sering bolak-balik dari Kediri ke Jombang mengendarai delman.
Waktu dua tahun itu dimanfaatkan KH Hasyim Asy’ari ikut merumuskan sistem pendidikan dan pembangunan madrasah di Pondok Kapu karena sebelumnya oleh KH Hasan Muchyi sekadar untuk mengajari warga mengaji.
Setelah itu KH Hasyim Asy’ari memboyong Nyai Masruroh ke Pondok Tebu Ireng, Jombang untuk mengembangkan pendidikan Islam di sana yang dikenal dengan Pondok Pesantren Tebu Ireng.
Tetapi, beberapa tahun berselang, KH Hasyim Asy’ari kembali lagi ke Pondok Kapurejo karena Pondok Tebu Ireng dibakar habis oleh tentara Jepang.
Selamat hari santri. Santri untuk kejayaan NKRI.***