GRAHAMEDIA.ID – Urbanisasi yang tak terkendali menjadi salah satu faktor utama di balik tingginya jumlah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan data dari buku Data Bidang Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PKPP) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2022, terdapat sekitar 1.486.642 unit RTLH yang tersebar di berbagai wilayah provinsi ini.
Angka ini menunjukkan tantangan besar dalam penanganan hunian yang layak di tengah derasnya arus urbanisasi.
Urbanisasi adalah proses migrasi penduduk dari desa ke kota yang menyebabkan peningkatan jumlah penduduk di wilayah perkotaan.
Baca Juga: Generasi Milenial dan Gen Z Mendorong Tren Properti Ramah Lingkungan di Tahun 2024. Inilah Alasannya
Kota-kota besar seperti Semarang dan Surakarta (Solo) menjadi magnet bagi penduduk dari daerah pedesaan yang mencari pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik.
Pertumbuhan ekonomi, akses kesehatan, dan pendidikan yang lebih baik menjadi daya tarik utama urbanisasi ini.
Namun, urbanisasi yang tidak diiringi dengan perencanaan dan pengendalian yang memadai telah membawa dampak negatif, salah satunya adalah meningkatnya jumlah RTLH.
Kota-kota besar di Jawa Tengah, khususnya Semarang, telah mengalami lonjakan jumlah penduduk yang signifikan.
Baca Juga: PLTGU Tambak Lorok Blok 3 Bakal Penuhi Pasokan Listrik Jawa Bali. Inilah Kapasitasnya
Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Semarang pada tahun 2022 mencapai 1.659.975 jiwa, dengan kepadatan penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun.
Kepadatan penduduk yang tinggi ini menyebabkan harga lahan semakin mahal, sehingga banyak masyarakat berpenghasilan rendah terpaksa tinggal di lingkungan permukiman yang tidak layak huni.
Kondisi ini memicu penurunan kualitas permukiman yang berujung pada meningkatnya jumlah RTLH di wilayah perkotaan dan sekitarnya.
Dampak dari urbanisasi ini tidak hanya dirasakan di kota-kota besar, tetapi juga di kota-kota kecil dan daerah peri-urban yang mengalami perkembangan pesat.