Senin, 22 Desember 2025

Menengok Rumah Adat Cikondang, Minimalis Namun Sarat Makna

Photo Author
- Sabtu, 23 Desember 2023 | 14:15 WIB
Rumah Adat Cikondang (yukepo.com)
Rumah Adat Cikondang (yukepo.com)

 

GRAHAMEDIA.ID -  Ada salah satu wisata di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang penuh dengan nilai nilai leluhur yang begitu kental dan menjiwai serta tetap menjaga nilai tradisi leluhur.

Namanya adalah Rumah Adat Cikondang, yang Berlokasi di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan. Jarak dengan wilayah kota hanya sekira 70 menit perjalanan.

Kampung adat ini adalah perkampungan dengan konsep arsitektur tradisional.

Berdiri diatas lahan seluas 4 hektar dengan total 40 rumah adat yang ada di Desa terpencil di lereng Gunung Tilu Pangalengan.

Bentuknya sungguh minimalis namun sarat makna.

Baca Juga: Inilah Rumah Tokoh Nomor Satu Paling Berpengaruh di Dunia. Jika Mau, Anda Juga Mungkin Bisa Memilikinya.

Peneliti Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) dalam penelitian tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan pada Masyarakat Kampung Adat Cikondang, menemukan beberapa hal.

Rumah adat Cikondang sudah ada kira-kira sejak awal abad XIIV atau sekitar tahun 1700 Masehi yang sering disebut sebagai uyut Pameget dan uyut Istri.

Rumah ini adalah tempat Syekh Muhammad Tunggal yang diutus oleh Syekh Syarif Hidayatullah Cirebon.

Menurtu peneliti, misi dari Syeh Muhammad Tunggal atau uyut pameget dan uyut istri tidak hanya sekedar membuka perkampungan baru, atau hanya sekedar bersembunyi dari keramaian.

Baca Juga: Bale, Rumah Adat Dekat Perhelatan MotoGP di Mandalika. Bisa Kamu Kunjungi Untuk Menambah Pengalaman

Namun, Syeh Muhammad Tunggal juga mengemban tugas dan misi dari kerajaan Islam Cirebon untuk menyebarkan ajaran dan mengembangkan peradaban Islam.

Dengan demikian, terbukti bahwa kampung Cikondang merupakan cikal bakal pusat penyebaran agama Islam yang ada di Bandung Selatan, khususnya di Pangalengan, umumnya wilayah Pasundan.

Kemudian, di kampung adat Cikondang, selain memiliki peninggalan rumah adat, terdapat juga sawah adat dan hutan larangan.

Rumah adat selain sebagai tempat tinggal uyut, secara arsitektur rumah adat memiliki makna dari setiap yang ada di rumah.


rumah adat cikondang beratap ijuk (www.pressreader.com)

Baca Juga: Hari Santri Nasional Lahir dari Resolusi Jihad KH Hasyim Asy'ari. Inilah Rumah Hadratus Syaikh KH Hasy'ari

Rumah adat terbagi pada bangunan besar dengan ukuran panjang 12 x 8 meter. Angka 12 artinya mengacu pada 12 bulan dalam 1 tahun.

Sedangkan delapan artinya menurutkan kepada tahun yang 8 tahun dalam satu windu.

Rumah adat itu memiliki lima buah jendela yang jendelanya semua berada di ruangan rumah.

Lima jendela, artinya sebagai umat Islam harus melaksanakan shalat yang wajib ditegakkan lima waktu.

Pada setiap jendela terdapat sembilan sarigsig/ jeruji/ventilasi. Jumlah sembilan ini mengandung arti bahwa ajaran Islam yang dibawa dan disebarkan di tempat ini yaitu ajaran Islam Walisongo.

Baca Juga: Ijazah Amalan Doa Agar Punya Rumah Penuh Berkah, Diambil Dari Doa Nabi Nuh Setelah Turun Dari Bahtera

Rumah adat juga memiliki bangbarung dengan tujuh potong bambu. Hal ini menunjukkan banyaknya hari dalam sepekan yaitu tujuh hari.

Di rumah adat Cikondang hanya memiliki satu pintu, yang artinya bahwa manusia berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah swt.

Rumah adat terdiri dari tepas atau ruang depan berfungsi sebagai ruang untuk menerima tamu; tengah imah berfungsi sebagai areal untuk menerima tamu dan dipergunakan juga sebagai tempat melakukan upacara adat.

Berikutnya ada dapur, berfungsi sebagai tempat untuk memasak. Peralatan dapur juga disimpan di area ini.

Baca Juga: Tidak Hanya Eksotisme Dalam Goa, Ada Ratusan Kera Menjaga Harmoni Goa Terawang

Ada kamar tidur, berfungsi sebagai tempat tidur kuncen, dan ada Goah. Ini merupakan ruang kamar tanpa jendela berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang keperluan sesaji.

Goah berdampingan dengan kamar tidur kuncen untuk memudahkan kuncen melakukan tugasnya dalam membuat segala keperluan sesaji.

Di rumah adat juga memiliki beberapa larangan sebagai wewengkon untuk menjaga rasa hormat terhadap tempat yang dahulunya bahwa tempat tersebut merupakan tempat pertemuan orang-orang penting dari waliyullah.

Larangan sebagai wewengkon untuk menjaga rasa hormat, yaitu dibatasinya waktu berkunjung hanya dilakukan tiga hari dalam seminggu yakni hari Senin, Rabu, dan Kamis.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: M.Syahrul

Sumber: NU Online, travelingyuk.com

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Melongok Penataan Kawasan Benteng Pendem Ambarawa

Selasa, 10 Juni 2025 | 11:41 WIB

Terpopuler

X