GRAHAMEDIA.ID - Memperingati 100 tahun kematian Sastrawan Franz Kafka (1924-2024), sejumlah penulis dari pelbagai daerah menerbitkan buku Seratus Tahun Kafka: Kumpulan Esai November, 2024.
Buku diterbitkan Komunitas Lerengmedini (KLM) Boja Kendal bekerja sama dengan Penerbit Intelude, Yogyakarta. Gerakan yang bersifat gotong royong ini diinisiasi oleh Sigit Susanto, penulis dan penerjemah karya-karya Franz Kafka dari bahasa Jerman ke bahasa Indonesia.
Tahun 2024, genap 100 tahun meninggalnya Franz Kafka, sastra kelahiran Praha, 3 Juli 1883. Kafka meninggal pada 3 Juni 1924.
Masyarakat sastra dunia terutama di negeri Eropa yang menggunakan bahasa Jerman, memperingatinya dengan pelbagai kegiatan sastra. Agenda penulisan esai bertema Kafka ini juga dimaksudkan untuk menandai satu abad kematian Franz Kafka di Indonesia.
Tercatat, ada 12 penulis yang terlibat dalam kerja kolaborasi antarpenulis ini. Yakni, Anton Kurnia yang menulis esai dengan judul Menyusuri Praha, Mencari Jejak Kafka; Triyanto Tiwikromo (Jejak Kafka di Berlin dan Praha); Yusri Fajar (Kafka, Wisata Sastra, dan Sastra Wisata); An. Ismanto (Menjadi Kafka); Wahid Kurniawan (Terjun ke Jurang, Refleksi atas Surat-Surat Kafka dan Milena); Kiki Sulistyo (Birokrasi Kafkaesque); Delpedro Marhaen (Hukum dan Keadilan Kafkaesque); Dedy Ahmad Hermansyah (Surat untuk Kafka); Sugito Sosrosasmito (Menerjemahkan Tiga Prosa Kafka dan Membaca Jawa); Heri Condro Santoao (Anak-anak Gregor Samsa); Warih Wisatsana (Kafka, Samsa, dan Saya); dan Sigit Susanto (Egosentrik Kafka dan Karya Monumental).
Proses Penerbitan
Menurut Sigit Susanto, tahun 2024 adalah tahun Kafka. Ini bukan 100 tahun yang diitung dari kelahiran, melainkan 100 tahun dari kematiannya. Terbukti, karya-karya Kafka telah bisa bertahan dan tak berlebihan beberapa orang menyebut karya-karya itu mempunyai roh seabad.
Sebagai upaya mengenang momentum penting 100 tahun, beberapa penulis yang kebetulan dikenal baik menyambut baik gagasan untuk menerbitkan buku bertema Kafka.
“Mereka kami himpun dalam ruang Whatsapp dan selanjutnya proses koordinasi, hingga finalisasi menuju buku melalui grup WA,” kata Sigit saat via zoom dalam diskusi “Franz Kafka: Karya dan Dunianya” di Gedung Sastra Sosial & Guyub Bebengan Boja, Minggu (22/12/2024).
Diskusi ini menjadi rangkaian Festival Kecil: Tiga Sastrawan Besar dalam memperingati 100 tahun 3 sastrawan: Sitor Situmorang, AA Navis, dan Franz Kafka.
Sigit menjelaskan, niat menerbitkan buku bertema Kafka sesungguhnya bermula sejak satu setengah tahun lalu atau tahun 2023.
Kala itu dirinya menerjemahkan cerpen Vor dem Gesetz (Di Depan Hukum) ke dalam bahasa Indonesia. Cerpen itu ia tawarkan pada Sugito Sosrosasmito, penghikmat budaya Jawa dan teman yang mahir dalam bahasa Jawa.
Sigit terpana, cerpen itu tak hanya diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, tetapi dia tulis ulang dalam abjad hanacaraka. Tak sampai di situ, Sigit dibuat takjub olehnya karena ia merekam pembacaan cerpen itu dalam audio. Sigit terkesan seperti menonton wayang kulit, terutama dialog antartokoh dibacakan ala dalang.
Hasilnya diposting Sigit ke facebook dan grup facebook Membaca Karya Franz Kafka. Postingan itu ia hubungkan ke akun facebook Eddi Koben, temannya di Bandung dengan harapan Eddi berniat turut menerjemahkan ke dalam bahasa Sunda. Gayung bersambut.
“Singkat cerita, berkat dukungan teman-teman penyuka Kafka, terbitlah buku perdana kami bertema Kafka yakni Di Depan Hukum & Cerita Lain Frakz Kafka dalam 13 Bahasa Daerah. Buku itu diterbitkan oleh Penerbit JBS, Juli 2024,” terang penerjemah Surat untuk Ayah karya Franz Kafka ini.
Artikel Terkait
Manuskrip Puisi “Wanitaku” karya Wahyu Indah Puji Lestari Raih Kendal Puisi Award 2023
Inilah Profil Wahyu Indah Puji Lestari, Pemenang Kendal Puisi Award 2023
Tingkatkan Budaya Literasi, Perpusnas Luncurkan Program Penguatan Literasi Keluarga Berbasis Digital Mobile
Melalui Naskah Lakon "Manitis", Verry Khoerul Mizan Menangi Kendal Lakon Award 2024. Hadiahnya Unik
LINTANG: Program Pemkot Magelang Tingkatkan Literasi dan Praktik Nyata Generasi Muda
Cara Mengenang 3 Sastrawan Besar Ala Pegiat Literasi Boja Kendal: Dari Diskusi hingga pangung Literasi