Mencari Solusi untuk Backlog Perumahan di Indonesia: Sebuah Tantangan dan Harapan

Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung menjadi magnet bagi banyak orang yang mencari peluang ekonomi lebih baik.

Namun, pertumbuhan ini tidak diiringi oleh penyediaan rumah yang memadai, sehingga banyak masyarakat tinggal di permukiman padat atau bahkan kawasan kumuh.

Pasokan yang Tidak Memadai

Keterbatasan lahan, tingginya biaya konstruksi, dan regulasi pembangunan yang kompleks menjadi hambatan utama dalam meningkatkan pasokan perumahan.

Di sisi lain, pengembang cenderung memprioritaskan pembangunan untuk segmen menengah ke atas, meninggalkan kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah yang justru lebih mendesak.

Baca Juga: Program Padat Karya Tunai  P3-TGAI Kementerian PU Jangkau 12.000 Lokasi

Keterbatasan Ekonomi dan Infrastruktur

Banyak keluarga Indonesia, terutama di perkotaan, tidak mampu membeli atau menyewa rumah layak karena penghasilan mereka terlalu rendah.

Di beberapa daerah, infrastruktur dasar seperti air bersih, sanitasi, dan transportasi yang memadai juga masih menjadi kendala, sehingga masyarakat enggan menetap di perumahan baru yang disediakan di wilayah pinggiran.

Dampak Backlog Perumahan

Krisis perumahan ini tidak hanya memengaruhi kualitas hidup individu, tetapi juga berdampak pada kota secara keseluruhan.

Backlog perumahan mendorong pertumbuhan permukiman kumuh, yang pada gilirannya meningkatkan risiko kesehatan dan masalah sosial.

Selain itu, ketidakseimbangan ini juga menyebabkan harga rumah terus melambung, menjadikan mimpi memiliki rumah semakin jauh dari jangkauan masyarakat kelas bawah.

Baca Juga: Tumbuhkan Inovasi Daerah, Pemkot Magelang Kembali Gelar MIA 2024