GRAHAMEDIA.ID - Rumah Joglo Satria Pinayungan yang ada di lantai dua kediaman Anies Baswedan di Lebak Bulus, Jakarta Selatan ternyata menarik perhatian banyak kalangan.
Sebut saja mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan dan Kolumnis Isa Ansori yang tulisannya dimuat di KBA News.
Jika diperhatikan lebih dekat, kayu di rumah jogjo terlihat utuh, bersih, dengan polesan mengkilat. Semuanya dari kayu jati tua.
Pada langit-langit joglo atau blandar banyak terdapat ukiran. Kita bisa melihat motif belah ketupat.
Masyarakat menyebutnya motif sengkulun yang dipadukan dengan motif wajikan dan lunglungan.
Wajikan merupakan motif yang mengacu pada jajanan pasar ketupat.
Sedangkan istilah ‘lunglungan’ menurut R. Ismunandar K dalam “Joglo, Arsitektur Rumah Adat Jawa” berasal dari kata lung, yaitu batang tanaman yang masih muda.
Bentuk motif lunglungan biasanya terdiri dari tangkai, daun, bunga dan buah.
Namun gayanya berbeda-beda menurut daerah asalnya, seperti gaya Mataram, Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, Jepara, Madura dan lain-lain, tulis R. Ismunandar K sambil menambahkan bahwa gaya Bali pun juga mulai mempengaruhi.
Pada blandar, tumpang tindih, seret, dan dhadhapeksi, ukiran tlacapan juga terlihat.
Apa itu tlacapan? Hiasannya berupa deretan segitiga sama kaki, sama tinggi dan sama besarnya.
Ukiran pada joglo “sakral” yang kini menjadi kediaman Anies Baswedan di Lebak Bulus, Jakarta, tidak berwarna.
Lunglungan selalu memiliki warna kuning keemasan yang berasal dari Prada.
Sebagai dasar biasanya memakai warna hijau tua. Semuanya tidak ada. Semua polos sesuai dengan warna jati pada umumnya.
Namun, semua orang mengetahui bahwa seni kriya tersebut merupakan hasil sentuhan (pilihan) yang dipetik sendiri.
Anies menuturkan, dirinya dipercaya merawat Joglo peninggalan Mbah Hasan Besari sejak tahun 2009 dan resmi ditempati sebagai rumah mulai tahun 2012.
Begitu mendapat amanah, Anies langsung membawanya ke Jakarta dan merawatnya dengan baik.
Dari berbagai sumber, jelas Arief Kertonyono, rumah joglo tersebut awalnya suwung (kosong) selama lebih dari 30 tahun.
Dzuriyah (keturunan) Mbah Hasan Besari tidak menempati satupun ruang.
Karena hendak roboh, pihak keluarga kemudian memutuskan untuk membongkarnya.
Kayu gelondongan yang masih dalam kondisi baik ditumpuk.
Ada pula yang panjangnya mencapai 11 meter. Semuanya terbuat dari kayu jati tua, sebagian di antaranya dimaksudkan untuk dijadikan meja dan kursi.
Keluarga Mbah Hasan Besari di Tegalsari Ponorogo sengaja tidak menjualnya ke pasar. Mereka memilih menunggu kedatangan pembeli.
Singkat cerita, seorang warga Yogyakarta pecinta budaya Jawa yang kemudian menjadi pemiliknya.
Yang bersangkutan merupakan sahabat Pak Anies Baswedan sejak keduanya masih duduk di bangku SMA, namanya Danang Anggoro Mukti.
Joglo yang sejak awal terlihat istimewa, kemudian dialihkan ke tangan Anies dan dibawa ke lokus barunya di Jakarta.
Rumah joglo peninggalan Mbah Hasan Besari kini berdiri di atas lahan seluas 1.800 meter persegi.
Anies sengaja tidak menggunakan keramik untuk lantainya, melainkan semen yang dihaluskan.
Pada dinding ruangan yang seluruhnya terbuat dari kayu jati, ia memajang lukisan Bung Karno dan Bung Hatta.
Lukisan pensil berukuran besar Pangeran Diponegoro juga terlihat.
Di depan rumah joglonya, Anies juga menanam pohon sawo berukuran kecil seperti yang ada di Tegalsari Ponorogo.
Bayangkan apa istimewanya joglo Tegalsari ini: blandarnya yang panjang tidak ditopang oleh satu tiang pun.
Padahal ada empat bidang yang membentuk segi empat.
“Ini pasti joglo yang ada hubungannya dengan Raja Solo,” kata Danang dalam hati. Ini bukan joglo biasa.
Danang semakin bersemangat melakukan penelitian: apa hubungan Tegalsari yang begitu terpencil di Ponorogo dengan Raja Solo.
“Misteri besar. Misteri yang panjang. Bahkan hingga seorang Gus Dur – keturunan Kasan Besari – menyimpulkan bahwa Tegalsari adalah cikal bakal lahirnya istilah pondok (kata benda) dan mondok (kata kerja) yang kini menjadi pesantren,” kata Dahlan Iskan.
Dalam tulisannya, Dahlan Iskan juga menceritakan bagaimana ia mengenal Reno, aktivis gereja yang mengingatkannya pada joglo di rumah Anies Baswedan.
“Saya mengenal Reno bukan hanya sebagai aktivis gereja, tapi juga sebagai salah satu tokoh komunitas Tionghoa di Surabaya. Saya tidak pernah tahu nama aslinya. Tapi demi makalah ini saya harus bertanya,” kata Dahlan Iskan.
"Pak Dahlan harus ke rumah Pak Anies. Anda harus melihatnya sendiri. Joglo macam apa itu,” kata Reno de Topeng yang kini tinggal di Surabaya.
(Bersambung)
Artikel Terkait
Fakta Menarik Museum Perumusan Naskah Proklamasi Tempat Golkar dan PAN Dukung Prabowo. Ada Bunker Rahasia!!!
Istana Batu Tulis, Tempat Deklarasi Ganjar. Dikuasai Negara Saat Soeharto Berkuasa, Dikembalikan oleh Gus Dur
Bale, Rumah Adat Dekat Perhelatan MotoGP di Mandalika. Bisa Kamu Kunjungi Untuk Menambah Pengalaman
Dari Resolusi Jihad KH Hasyim Asya'ari, Hari Santri Nasional, Tugu Pahlawan, Hingga Museum 10 November
Joglo Satria Pinayungan. Dulu Milik Kiai Ageng Muhammad Besari, Kini Jadi Rumah Bacapres Anies Baswedan