tinjau-rumah

Revitaslisasi Benteng Keraton Yogyakarta VS Tahta untuk Rakyat?

Kamis, 11 September 2025 | 16:25 WIB
Ilustrasi Benteng Keraton (chatgpt.com)

GRAHAMEDIA.ID – Sejak UNESCO menetapkan kawasan Sumbu Filosofis Yogyakarta sebagai Warisan Dunia pada 18 September 2023, wajah kota pelan-pelan dipoles.

Garis imajiner dari Tugu Pal Putih–Malioboro–Keraton Yogyakarta hingga Panggung Krapyak kini menjadi pusat perhatian. Pemugaran dilakukan di sejumlah titik primer, mulai dari Alun-alun Utara hingga benteng (beteng) keraton.

Namun, di balik gegap gempita status warisan dunia itu, kontradiksi muncul. Penataan yang digadang demi pelestarian budaya justru berimbas pada ruang hidup warga kecil di sekitar beteng.

Baca Juga: Tebet Eco Park: Ruang Hijau Jakarta yang Jadi Oase Warga Kota

Warisan Dunia, Rakyat Tergusur

Revitalisasi benteng Keraton Yogyakarta masih berjalan hingga tahun ini. Sejumlah rumah yang berdempetan dengan tembok benteng akan digusur.

Gubernur sekaligus Raja Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X, menyebut langkah itu bagian dari rekomendasi UNESCO. Warga yang tergusur dijanjikan kompensasi Rp80–250 juta.

Meski demikian, bagi sebagian warga, uang itu tidak sebanding dengan hilangnya ruang hidup.

“Lha nek meh dibalekke dadi benteng pertahanan, lha emang iki lagi perang karo sopo to? Terus untunge dinggo warga juga untuk apa?” ujar salah satu penghuni yang rumahnya menempel di dinding benteng, dikutip Brilian (2024).

Baca Juga: Jawa Tengah Bakal Digelontor Rp135 Miliar untuk Hilirisasi Sektor Perkebunan

Sejarah hunian di sekitar benteng sendiri sudah panjang. Di masa HB IX, benteng yang porak-poranda akibat serangan Inggris justru berkembang menjadi kawasan permukiman.

Warga mendapat hak magersari—hak tinggal tanpa batas waktu di tanah milik keraton. Banyak di antara mereka tak memiliki sertifikat tanah.

Upaya mendaftarkan tanah lewat program Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PPTSL) pada 2018 pun tak pernah terealisasi.

Alih-alih mendapatkan legalitas, data itu justru menjadi peta siapa saja yang kelak akan digusur.

Halaman:

Tags

Terkini