GRAHAMEDIA.ID - Sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) dengan hanya mengeluarkan surat edaran yang berisi himbauan pada partai politik mendapat sorotan dari kalangan akademisi dan praktisi pemilu.
Mereka menilai sikap KPU ini semakin menguatkan dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilu yang mengabaikan peraturan perundang-undangan mengenai syarat 30 persen% pencalonan perempuan di tiap daerah pemilihan DPR/DPRD.
Hal itu mengemuka dalam diskusi “Jaga Kualitas Pemilu: KPU Patuh pada Putusan MA – DKPP Tegas Sanksi Penyelenggara” secara daring, Jumat 6 Oktober 2023.
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), Hadar Nafis Gumay mendesak agar Dewan Kehormatan Pengawas Pemilu (DKPP) segera menjatuhkan sanksi tegas pada KPU.
Pasalnya, hingga saat ini KPU tak kunjung mengindahkan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait keterwakilan perempuan di legislatif.
“Sampai hari ini upaya KPU untuk memastikan partai politik mencalonkan paling sedikit 30 persen perempuan tidak tampak. Bahkan ada upaya penyelenggara pemilu mengelak dan mengulur-ulur,” kata Hadar.
Baca Juga: Tindaklanjuti Putusan MA Hanya Dengan Surat Edaran, KPU Membuat Perjuangan Perempuan Mundur
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tersebut sampai sekarang tidak kunjung direvisi oleh KPU.
Sementara proses pencalonan sudah memasuki tahap akhir, di mana pada 4 November 2023 mendatang KPU akan menetapkan dan mengumumkan Daftar Calon Tetap (DCT).
Dengan belum direvisinya peraturan tersebut, ini akan berdampak pada jumlah Daftar Calon Sementara (DCS) yang tidak sampai memenuhi 30 persen keterwakilan perempuan.
Berdasarkan pengumuman DCS KPU, Ia mencatat jumlahnya tak kurang dari 7.971 daftar calon.
Mantan anggota KPU 2012-2017 itu menilai, penyelenggara pemilu tidak bertindak mandiri dan profesional.
Pada konteks ini, KPU memberi ruang pada partai politik untuk bisa mencalonkan perempuan kurang dari 30 persen.
Menurutnya dengan masih belum direvisinya PKPU tersebut, akan merusak sistem pengaturan afirmasi yang sudah diatur oleh undang-undang.
“Harapannya DKPP mengoreksi penyelenggara pemilu yang bermasalah besar ini, DKPP harus bisa bertindak tegas, berlaku objektif dan adil dengan menjatuhkan sanksi berat pada penyelenggara, khususnya KPU. Karena resikonya pemilu kita akan berantakan,” tuturnya.***