GRAHAMEDIA.ID - Perjalanan kasus dugaan pemerasan kepada mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo memasuki babak baru pasca ditetapkannya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sebagai tersangka.
Tak tanggung-tanggung, Rabu 22 November 2023 malam, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya mengumumkan bahwa Ketua KPK tersebut diduga kuat telah melakukan pelanggaran 3 pasal sekaligus di UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Yakni pemerasan (Pasal 12 huruf e), menerima hadiah atau gratifikasi (Pasal 12B), atau menerima suap (Pasal 11).
Dalam perkembangannya, dugaan korupsi yang dilakukan oleh Firli dikuatkan oleh sejumlah barang bukti yang telah dimiliki oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Baca Juga: Cegah Tindakan Korupsi, Inilah Strategi Pemprov Jateng
Diantaranya merupakan dokumen penukaran valuta asing dalam pecahan dolar Singapura dan Amerika Serikat dengan total sebesar Rp7,4 miliar.
Selain itu, untuk menguatkan bukti, penyidik juga telah meminta keterangan dan konfirmasi terhadap 91 saksi dan ahli.
Siaran Pers Indonesia Corruption Watch (ICW), Selasa 28 November 2023 mengungkapkan bahwa penetapan Firli sebagai tersangka sebenarnya tidak mengejutkan.
Sebab jika melihat rekam jejak yang bersangkutan, baik sebelum maupun saat menjabat sebagai pimpinan KPK, banyak sekali tindakan Firli yang melanggar kode etik.
Misalnya, kebiasaan Firli menemui pihak berperkara sejak yang bersangkutan menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK periode 2018-2019 lalu.
Pada saat itu, purnawirawan jenderal bintang tiga Polri ini diketahui telah dua kali bertemu Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), M. Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang, padahal diketahui yang bersangkutan tengah diselidiki oleh KPK atas dugaan korupsi.
Sayangnya, aspek rekam jejak tersebut justru diabaikan oleh tim panitia seleksi bentukan Presiden Joko Widodo sebagai pertimbangan untuk memilih pimpinan lembaga antirasuah tersebut.