GRAHAMEDIA.ID - Bandung, yang kini dikenal sebagai kota kreatif, mengalami transformasi luar biasa yang tidak bisa dipisahkan dari semangat anak mudanya.
Berbeda dengan kota-kota besar lain seperti London, Singapura, atau Tokyo yang mengembangkan industri kreatif dengan pendekatan top-down dari pemerintah, Bandung melangkah dengan cara berbeda.
Di sini, dorongan kreatif tumbuh dari bawah, dari energi komunitas lokal, musisi, pemilik distro, hingga seniman muda.
Pemerintah justru hadir sebagai fasilitator yang mendukung semangat tersebut, bukannya mendikte arah kreativitas.
Baca Juga: Pantura vs Pansela: Pesona Dua Jalur Non Tol Trans Jawa, Mana yang Paling Menarik?
Sejak masa kolonial, Bandung sudah menjadi rumah bagi sejumlah besar warga Eropa, yang secara tidak langsung membawa pengaruh budaya Barat.
Musik, mode, dan makanan gaya Eropa masuk ke dalam keseharian kota ini. Ketika kebudayaan Eropa berbaur dengan nilai lokal, lahirlah identitas unik yang menjadi dasar bagi pergerakan kreatif di Bandung.
Mulai dari 1970-an, kota ini mulai dikenal sebagai pusat mode dan musik. Bandung menjadi tempat lahirnya majalah musik pertama di Indonesia, Aktuil, yang membuka cakrawala generasi muda terhadap musik rock.
Pada 1990-an, Bandung menjadi saksi lahirnya musik underground dan fashion indie, di mana distro-distro bermunculan sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi merek global.
Baca Juga: Kampung Semanggi Harmoni: Dari Kawasan Kumuh Menjadi Ikon Penataan Kota Surakarta
Pada 2017, terdapat lebih dari 300 distro di Bandung, menjadi simbol dari gerakan “lokalisme merek” yang mendorong konsumsi dan produksi barang lokal.
Gerakan kreatif di Bandung mencapai momentum baru dengan kehadiran Ridwan Kamil, seorang arsitek yang mendirikan Bandung Creative City Forum (BCCF) pada tahun 2008.
BCCF menjadi platform yang menyatukan seni, budaya, dan ekonomi. Salah satu program terbesarnya, Kickfest, menjadi festival musik dan fashion indie yang paling ditunggu-tunggu di Indonesia.
Kickfest membawa nuansa baru, bukan sekadar pameran produk, tetapi juga ajakan untuk bangga dengan identitas lokal.
Artikel Terkait
Yogyakarta Hadapi Krisis Sampah: TPA Piyungan Tak Lagi Mampu Menampung
Tips Penting Sebelum Membeli Rumah Seken, Catat!
Purbalingga Perkuat Kesiapsiagaan Bencana Dengan Pembentukan Desa Tangguh Bencana
Kementerian PUPR Akan Bangun 20 Sabo Dam di Pulau Ternate untuk Atasi Banjir
Samban Residence: Rumah Cluster Modern Dekat Jalan Raya Semarang-Solo, Harga Mulai 300 Jutaan!