GRAHAMEDIA.ID – Kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diwajibkan bagi seluruh pekerja di Indonesia terus menuai protes dari berbagai kalangan.
Tapera, yang bertujuan untuk mengatasi backlog perumahan dan meningkatkan akses terhadap rumah layak huni, dinilai memberatkan pekerja dengan iuran tambahan yang harus mereka tanggung.
Protes ini dipicu oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang mengharuskan pekerja dengan gaji di atas UMR, baik WNI maupun WNA, untuk berkontribusi 3 persen dari gaji mereka ke Tapera—2,5 persen ditanggung pekerja dan 0,5 persen oleh pemberi kerja.
Baca Juga: Melongok Masjid Agung Jawa Tengah di Mageleng, Mampu Tampung 8.000 Jemaah dan Dukung KSPN Borobudur
Keluhan pekerja terkait tambahan beban finansial muncul di tengah berbagai kewajiban lain seperti BPJS Kesehatan dan Jaminan Hari Tua (JHT).
Terlebih lagi, manfaat Tapera baru dapat dirasakan dalam jangka panjang setelah dana diinvestasikan, memunculkan pertanyaan tentang efektivitas dan keadilan kebijakan ini, terutama bagi pekerja berpenghasilan rendah.
Di sisi lain, pemerintah optimis Tapera bisa menjadi solusi dalam jangka panjang untuk memperbaiki akses perumahan.
Data dari Kementerian PUPR dan The World Bank menunjukkan backlog perumahan di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 12,7 juta rumah, yang menjadi tantangan besar bagi generasi muda dalam memiliki rumah.
Baca Juga: Inspirasi Roster Dinding Untuk Teras Rumah. Bikin Tampilan Lebih Estetik
Pemerintah berharap, dengan Tapera, sektor properti akan berkembang, lapangan kerja akan tercipta, dan lebih banyak masyarakat yang bisa memiliki hunian layak.
Namun, kebijakan Tapera dinilai masih perlu evaluasi menyeluruh. Para pekerja berharap pemerintah mempertimbangkan dampak beban finansial tambahan yang ditimbulkan dan memfokuskan kebijakan ini bagi mereka yang benar-benar membutuhkan perumahan.
Lebih dari itu, transparansi dalam pengelolaan dana Tapera serta keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, seperti serikat pekerja dan akademisi, dianggap penting dalam merumuskan kebijakan yang lebih adil dan efektif.
Meski menghadapi tantangan, evaluasi dan penyesuaian Tapera diharapkan bisa menjadi langkah menuju solusi perumahan yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat Indonesia.***